Tahun 2024–awal 2025 adalah masa yang berat bagi pasar saham Indonesia. Kombinasi tight liquidity , suku bunga tinggi, pelemahan ekonomi global, dan arus keluar asing membuat banyak investor memilih mode defensif. IHSG sempat jatuh dalam, valuations terdiscount, dan sentimen berada di level rendah. Namun memasuki akhir 2025, anginnya berbalik. Keadaan yang menekan pasar selama 2 tahun terakhir mulai hilang satu per satu. Dan untuk pertama kalinya sejak pandemi, kombinasi makro, fiskal, dan likuiditas semuanya mulai sinkron ke arah positif . 1. Global: Tailwind Mulai Datang Dari The Fed ➡️ The Fed di jalur untuk menurunkan suku bunga hingga 3% pada akhir 2026 ➡️ Dot-plot terbaru memang lebih konservatif (3,5%), tetapi arah besarnya tetap dovish ➡️ Fed menghentikan pengetatan neraca (QT freeze) per 1 Desember 2025 Artinya: ✔ Likuiditas global tidak lagi mengering ✔ Dolar AS berpeluang melemah ✔ Aliran dana ke emerging markets, termasuk Indonesia, bisa kembali deras Selam...
Dalam 5 minggu terakhir, pasar saham Indonesia mengalami inflow asing berturut-turut — sebuah sinyal kuat bahwa investor global mulai kembali mengalihkan dana ke emerging markets. Berdasarkan data di atas menunjukkan: Total inflow 5 minggu: Rp 17.2 triliun Aliran masuk terbesar berasal dari obligasi pemerintah Pasar saham (JCI) juga mencatat inflow stabil Sementara SRBI tetap fluktuatif, tetapi “net effect” masih positif Yang menarik adalah grafik MA 4-week foreign flows , yang menunjukkan momentum inflow semakin kuat setiap minggu memasuki November. Ini adalah kebalikan dari tren negatif sepanjang Q2–Q3 2025. Artinya apa? Investor institusi global perlahan-lahan kembali menambah eksposur di Indonesia terutama setelah valuasi terkoreksi dan volatilitas menurun. 2. MSCI Rebalancing Menjadi Booster Tambahan Dalam data rebalancing MSCI terbaru, Indonesia memperoleh: Net inflow: +$159 juta (atau sekitar Rp 2.5 triliun). Angka ini tergolong besar, d...