Astra International (ASII) adalah nama yang identik dengan dominasi otomotif di Indonesia. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, pasar mulai bergeser—mobil listrik (EV) bermunculan, tren global berubah, dan Astra pun mulai kehilangan cengkeramannya. Namun, Juni 2025 membawa kabar segar: Astra bersiap menembakkan “peluru hybrid”-nya. Dan itu bisa jadi game changer.
Kenapa Bukan Mobil Listrik Murni?
Banyak yang mengira masa depan hanya milik battery electric vehicle (BEV). Tapi di Indonesia, realitanya tidak semudah itu:
Nilai jual kembali (resale value) mobil listrik jeblok: Wuling Air EV, misalnya, anjlok 60% dalam 2 tahun.
Pengisian daya masih sulit: rasio mobil EV vs charging station di Indonesia adalah 21:1 (jauh di atas rata-rata global).
Insentif dari pemerintah bisa berakhir setelah 2025. Artinya? Harga EV bisa naik 25% tahun depan.
Itu sebabnya Astra melihat peluang besar di segmen hybrid (HEV).
Hybrid Sebagai Solusi Tengah
HEV alias Hybrid Electric Vehicle bukan hal baru. Tapi di Indonesia, HEV baru mulai mendapatkan perhatian karena:
Lebih hemat BBM: Daihatsu Rocky HEV bisa menghemat hingga 43% biaya bahan bakar per tahun.
Nilai jual stabil: Zenix HEV hanya turun 12% dalam 6 bulan.
Tak butuh infrastruktur charger khusus: cocok untuk luar kota & daerah.
Dan kabarnya, Astra siap meluncurkan versi hybrid untuk model andalan seperti Avanza dan Rocky. Harganya? Sekitar Rp250–270 juta. Artinya, bisa dijangkau oleh segmen pasar terbesar Indonesia.
Apa Dampaknya bagi Astra?
Jika strategi ini berjalan mulus: Volume penjualan bisa naik 10.800 unit per tahun, Pangsa pasar 4W Astra bisa pulih dari 55.8% menjadi 57.0%, Profit tetap solid, meski volume keseluruhan flat. Ini penting karena selama ini, laba Astra tertekan oleh penurunan alat berat (UNTR) dan ketatnya persaingan di sektor mobil.
Bagaimana dengan Sahamnya?
Saham ASII masih sangat murah: P/E ratio hanya 6x FY25F, di bawah rata-rata historis. Dividen yield 7–8% — menarik untuk investor income-seeking. Target price Rp5.870, atau potensi naik 28% dari harga saat ini. Dengan valuasi rendah, potensi pertumbuhan dari hybrid, dan dukungan dari segmen keuangan, Astra bisa kembali jadi raja di jalanan… dan di bursa.
Kesimpulan: Hybrid, Harapan Baru
Alih-alih memaksa masuk ke dunia EV yang belum siap, Astra justru memilih pendekatan rasional. HEV adalah “jalan tengah” yang pas: lebih hijau, hemat, dan praktis. Jika strategi ini berhasil, kita bisa melihat renaissance Astra di era otomotif baru.
Jadi, kalau kamu cari saham defensif dengan potensi pertumbuhan, Astra layak dilirik lagi.