Di tengah ketidakpastian global dan tekanan eksternal, ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menarik, namun tetap menghadapi berbagai trade-off kebijakan. Kami akan memetakan dinamika makroekonomi terkini mulai dari likuiditas, arah kebijakan moneter, risiko tarif dagang, hingga dampaknya terhadap sektor industri domestik. Berikut rangkuman poin-poin pentingnya. 1. Likuiditas Membaik, Tapi Kredit Belum Mengalir Bank Indonesia (BI) telah mengambil sikap lebih akomodatif sejak awal tahun dengan memotong suku bunga dua kali dan menyuntikkan likuiditas melalui SRBI. Hal ini mulai terlihat pada: Penurunan yield SRBI menjadi 5,87%. Spread negatif antara IndONIA dan BI rate melebar kembali ke -41 bps, mengindikasikan kebutuhan dana jangka pendek perbankan yang menurun. Namun, perbankan masih hati-hati menyalurkan kredit karena lemahnya pertumbuhan dana pihak ketiga dan permintaan kredit yang masih lesu. Disinyalir, dorongan terbesar justru datang dari belanja fiskal yang me...
Dolar AS tengah mengalami penurunan nilai secara bertahap, dan banyak yang bertanya-tanya: apakah ini strategi yang disengaja oleh Donald Trump? Jika melihat kebijakan dan langkah-langkah ekonominya, jawabannya tampaknya ya. Mengapa Melemahkan Dolar? Amerika Serikat memiliki utang yang sangat besar. Dalam kondisi normal, dolar yang kuat berarti utang dalam dolar juga “mahal” bagi pemerintah , karena para pemegang obligasi terutama investor asing mengharapkan nilai uangnya tetap stabil. Namun, dolar yang lebih lemah justru menurunkan nilai utang dalam istilah riil . Contoh konkretnya: Sejak awal tahun ini, dolar telah turun sekitar 12% terhadap euro . Artinya, investor Eropa yang memegang obligasi AS secara efektif kehilangan 12% nilai investasinya. Namun bagi AS, itu berarti beban utang luar negeri mereka berkurang 12%—tanpa harus mengurangi belanja atau menaikkan pajak . Kebijakan Trump yang Mendorong Penurunan Dolar Beberapa kebijakan yang memberi tekanan ke bawah pada dolar meli...