Langsung ke konten utama

Postingan

Danantara Masuk ke Bisnis Ayam & Telur

Sektor unggas nasional tengah menjadi sorotan setelah rencana investasi besar dari Danantara Group yang siap menggelontorkan Rp20 triliun untuk proyek peternakan ayam dan telur terintegrasi mulai Januari 2026 . Langkah ini diharapkan memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus mendukung program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG) . Investasi Jumbo untuk Kemandirian Pangan Proyek raksasa ini disebut akan terintegrasi dari hulu ke hilir — mulai dari pakan, pembibitan, hingga distribusi produk ayam dan telur. Meski demikian, kami menilai bahwa realisasi penuh proyek ini akan memakan waktu sekitar dua tahun , mengingat kompleksitas sistem integrasi yang direncanakan. Jika berhasil, Danantara berpotensi menjadi kompetitor baru bagi pemain besar seperti Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) , Japfa Comfeed (JPFA) , dan Malindo Feedmill (MAIN) . Namun, kami juga mengingatkan skenario ini bisa mirip dengan proyek Berdikari pada 2018 , yang berjalan lambat karena kendala implementasi....
Postingan terbaru

Merdeka Copper Gold: Performa Q3 2025 Melonjak, Didukung Kenaikan Harga dan Volume Produksi

Emiten tambang terdiversifikasi Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) mencatatkan kinerja operasional yang kuat pada kuartal III-2025. Pendapatan perusahaan mencapai US$443 juta, naik 26% secara kuartalan (QoQ), ditopang oleh semua lini bisnis termasuk nikel, emas, dan tembaga. Pertumbuhan Solid di Semua Segmen Selama sembilan bulan pertama 2025, MDKA berhasil membukukan pendapatan US$1,3 miliar atau melonjak 229% dibanding periode yang sama tahun lalu.  Kinerja cemerlang ini didorong oleh kombinasi kenaikan harga komoditas global dan volume produksi yang meningkat, terutama dari lini nikel yang mulai memberikan kontribusi signifikan. Kami memproyeksikan kontribusi unit bisnis Merdeka Battery Materials (MBMA) akan semakin besar di Q4 2025 seiring beroperasinya kembali tambang high-grade nickel. Segmen Emas: Volume dan Harga Naik Serempak Produksi emas tumbuh +30% QoQ menjadi 29,6 ribu ons, dengan tambahan output sekitar 25,3 ribu ons dari kuartal sebelumnya. Harga jual rata-rata (...

Sinyal Awal Pemulihan Earnings di 3Q25

Musim laporan keuangan kuartal ketiga 2025 (3Q25) menghadirkan kabar yang cukup menggembirakan bagi pasar saham Indonesia. Setelah beberapa kuartal lesu, kami mencatat adanya perbaikan tren earnings yang mulai terlihat. Secara agregat, laba emiten Indonesia memang masih terkontraksi 5% YoY , namun angka ini jauh lebih baik dibandingkan penurunan -11% pada kuartal sebelumnya . Dengan dukungan likuiditas tinggi, stimulus fiskal, serta potensi kenaikan permintaan menjelang tahun 2026, sinyal pemulihan mulai terbentuk. Sinyal Positif dari 3Q25 Pasar kini memasuki fase transisi menuju pertumbuhan kembali. Beberapa faktor utama yang menjadi penopang di kuartal ini meliputi: 1.  Stimulus fiskal dan moneter  – Pemerintah menempatkan dana SAL sekitar  Rp200 triliun di bank BUMN , menambah likuiditas sistem keuangan. 2.  Pemulihan aktivitas industri  – Indeks manufaktur (PMI) menunjukkan ekspansi selama  tiga bulan berturut-turut , pertanda perbaikan output pabrik d...

Chart Indexs LQ45 Breakout

  Setelah 5 bulan sideways akhirnya indeks LQ45 breakout dan masuk fase uptrend lagi. Saham bluechip mengejar ketertinggalan jelang tutup tahun. Antisipasi ritual window dressing dan Januari effect. Rotasi dari obligasi ke pasar saham menjadi tema utama Q4 2025 – Q1 2026.

Euforia AI Mulai Retak: Bank of America Peringatkan Tekanan Darah Tinggi di Pasar

Ketika euforia pasar masih menari di atas nama Artificial Intelligence , Bank of America menyebut kondisi keuangan global kini sedang mengalami “ Hypertension ” tekanan darah tinggi di pasar modal. Semuanya terlihat normal di luar: saham-saham AI mencetak rekor, Nasdaq masih kuat, dan imajinasi investor masih dipenuhi narasi masa depan digital. Namun di bawah permukaan, tekanan likuiditas mulai meningkat, aliran kas menyempit, dan tanda-tanda awal gelembung mulai muncul. AI Supercycle: Antara Inovasi dan Ketamakan Spread obligasi korporasi raksasa teknologi — Amazon, Microsoft, Meta, Google, dan Oracle — mulai melebar. Artinya? Investor mulai menuntut premi risiko lebih tinggi untuk memegang utang perusahaan yang selama ini dianggap “tak terkalahkan”. Perusahaan-perusahaan besar ini sedang memasuki AI arms race perlombaan membangun pusat data, chip, dan infrastruktur AI bernilai ratusan miliar dolar. Namun masalahnya, cash flow tak lagi cukup menutupi capex. Dalam 7 minggu...

GOTO : Dari “Cash Burning” ke “Cash Generating”

  GOTO : Dari “Cash Burning” ke “Cash Generating” GoTo per 30 September 2025 sudah menghasilkan EBITDA positif Rp329.7 miliar. Tahun 2025 akan menjadi titik balik (inflection year).  Proyeksi analyst EBITDA GOTO  Tahun 2025 = 650 milyar,  Tahun 2026 = 1.25 triliun,  Tahun 2027 =1.77 triliun

Rotasi Besar: Dari Obligasi ke Saham di Tengah Puncak Likuiditas dan Stimulus Ganda

Heavy foreign outflow in bond market, but inflow in equity Indonesia memasuki fase peak liquidity dan bottoming valuation. Dengan stimulus fiskal besar dan stabilitas domestik yang relatif terjaga, rotasi dari obligasi ke saham menjadi tema utama Q4 2025 – Q1 2026. Stimulus fiskal dan moneter Pemerintah menyiapkan stimulus sosial baru (BLT Rp30 triliun untuk 35 juta orang, food aid, cash-for-work, dan program magang).  Likuiditas memuncak (M0 tumbuh 18.3% YoY) akibat penempatan SAL pemerintah. BI juga telah membeli SBN Rp143 triliun dan memberi insentif RRR hingga Rp348 triliun. Likuiditas terus naik dampak stimulus fiskal dan moneter, Earnings emiten potensi rebound di Q4, Valuasi bluechip masih murah 5 faktor utama penggerak pasar saham 1. Earnings  2. Likuiditas  3. Valuasi  4. Suku bunga  5. Sentimen  

Emas Masih Undervalued: Saat Dunia Tenggelam dalam Utang, Hanya 4% Aset Global yang Tersimpan di Emas

  Dalam dunia keuangan yang penuh gelembung dan utang menggunung, ada satu fakta mencengangkan: emas dan saham penambang emas hanya mewakili 4% dari total aset global pada tahun 2025. Angka ini tampak kecil, tetapi justru menyimpan pesan besar kita berada di titik undervaluasi terbesar emas dalam hampir satu abad. Dari Era 1920-an hingga 1980-an: Emas Pernah Jadi Aset Utama Dunia Jika kita menelusuri sejarah, setiap kali dunia menghadapi krisis utang atau inflasi besar, peran emas selalu kembali menguat. 1921–1948: Setelah Perang Dunia dan masa Depresi Besar, emas dan saham tambang emas mewakili 20–30% dari seluruh kekayaan finansial global. 1981: Di tengah inflasi dua digit dan krisis minyak, alokasi emas masih sekitar 26%. Namun hari ini, di era utang global tertinggi sepanjang sejarah (lebih dari 330% PDB dunia), pangsa emas justru anjlok ke 4%. Artinya, pasar global telah berpindah terlalu jauh ke aset kertas saham, obligasi, dan derivatif sambil melupakan “uang sejati” yang me...