Kabar mengejutkan datang dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang menghentikan sementara operasional anak perusahaannya, Gag Nickel, di Pulau Gag. Penghentian ini menyusul investigasi yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (MEMR) terkait analisis dampak lingkungan (AMDAL) perusahaan. Apa sebenarnya yang terjadi dan bagaimana dampaknya bagi ANTM serta industri nikel Indonesia? Mari kita selami lebih dalam.
Mengapa Operasi Dihentikan?
MEMR sedang melakukan investigasi terhadap operasional Gag Nickel terkait dugaan pelanggaran analisis dampak lingkungan. Meskipun ANTM memiliki izin yang sah dan beroperasi di luar kawasan Geopark Raja Ampat yang dilindungi UNESCO, MEMR telah menangguhkan operasi penambangan mereka sambil menunggu hasil investigasi AMDAL.
Perbedaan dengan IUP yang Dicabut:
Penting untuk dicatat bahwa kasus ANTM berbeda dengan empat izin usaha pertambangan (IUP) milik perusahaan swasta lain di Raja Ampat (PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugrah Surya Pratama, dan PT Nurham) yang rencananya akan dicabut oleh MEMR. Keempat IUP tersebut dicabut karena lokasinya berada di dalam Geopark Raja Ampat. Izin ANTM sendiri tidak dicabut, hanya ditangguhkan.
Dampak pada ANTM:
Penghentian operasional Gag Nickel diperkirakan akan berdampak pada produksi nikel ANTM. Berdasarkan kuota produksi tahunan 3 juta wmt (wet metric ton) dari 2024-2026, dan dengan 1,6 juta wmt yang sudah diproduksi hingga Mei 2025, diperkirakan akan ada penurunan produksi bijih nikel sekitar 8% dan laba bersih 5% untuk tahun fiskal 2025F jika sisa kuota 1,4 juta wmt tidak dapat diproduksi.
Selain itu, ada kekhawatiran lain terkait permintaan bijih nikel. Berita tentang Tsingshan (produsen nikel besar di Indonesia yang tidak terdaftar) yang menghentikan beberapa jalur baja tahan karat dan NPI (Nickel Pig Iron) di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dapat secara signifikan mengurangi permintaan bijih nikel dan berpotensi menekan harga premium bijih nikel. Setiap perubahan US$1/ton pada harga jual rata-rata (ASP) bijih nikel diperkirakan dapat memengaruhi laba bersih ANTM sekitar Rp200 miliar di FY25F.
Dampak pada Sektor Nikel:
Kejadian ini juga berdampak pada perusahaan nikel lain seperti Vale Indonesia (INCO) yang berencana menjual bijih. Analis masih merekomendasikan "Hold" untuk ANTM dan INCO, serta mempertahankan peringkat "Neutral" untuk sektor pertambangan secara keseluruhan. Hal ini didasari oleh harga nikel yang cenderung stabil dan mendekati biaya tunai produsen.
Bagaimana Kelanjutan Kisahnya?
Kita perlu menunggu hasil investigasi AMDAL dari MEMR untuk mengetahui kapan operasional Gag Nickel dapat dilanjutkan. Perkembangan selanjutnya akan sangat menentukan dampak jangka panjang bagi ANTM dan dinamika pasar nikel di Indonesia.
Kesimpulan:
Penghentian sementara operasional Gag Nickel menjadi tantangan bagi ANTM dan menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dalam industri pertambangan. Meskipun berdampak pada proyeksi keuangan ANTM, posisinya yang berada di luar Geopark Raja Ampat memberikan sedikit kelegaan dibandingkan dengan perusahaan yang izinnya dicabut. Pasar akan terus memantau perkembangan ini dengan cermat.