Di tengah dinamika global dan perubahan pemerintahan nasional, kami merilis temuan penting setelah serangkaian pertemuan dengan pembuat kebijakan dan pelaku usaha di Indonesia. Laporan ini mengupas kondisi terkini serta prospek ekonomi Indonesia, sekaligus menyajikan gambaran realistis tentang arah kebijakan fiskal dan moneter yang akan ditempuh sepanjang 2025.
1. Pertumbuhan Ekonomi Masih Tertekan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap moderat di angka 4,5% sepanjang 2025. Tekanan datang dari berbagai arah:
Sentimen konsumen melemah, terutama di kalangan menengah atas, yang selama ini menjadi penggerak konsumsi domestik.
Eksekusi fiskal yang lambat, akibat proses transisi dan realokasi anggaran di pemerintahan baru.
Ketidakpastian global, khususnya terkait tarif perdagangan AS, yang menahan ekspansi investasi dan ekspor.
Meski begitu, stimulus fiskal sebesar Rp24,44 triliun serta program-program jangka panjang seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan penguatan investasi oleh sovereign wealth fund Danantara, diharapkan dapat mendorong konsumsi rumah tangga dalam paruh kedua tahun ini.
2. Inflasi Tetap Jinak, Tapi Tetap Waspada
Inflasi umum diperkirakan berada di kisaran 2,0%, dengan inflasi inti sebesar 2,4% (YoY). Tren penurunan harga disumbang oleh:
Diskon tarif listrik sebesar 50% di awal tahun.
Panen yang baik dan harga pangan yang stabil.
Subsidi BBM yang masih dijaga oleh pemerintah.
Meski demikian, potensi lonjakan harga energi akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah tetap menjadi risiko yang perlu dicermati.
3. Peluang Pelonggaran Moneter Masih Terbuka
Bank Indonesia diperkirakan akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali lagi masing-masing 25 basis poin pada semester kedua 2025, menurunkan BI Rate ke level 5,00%. Langkah ini bertujuan untuk:
Mendorong permintaan kredit yang belum optimal.
Mengimbangi transmisi kebijakan suku bunga yang cenderung lambat karena banyak pinjaman bersuku bunga tetap atau dinegosiasikan.
Menjaga kestabilan nilai tukar rupiah di tengah fluktuasi global.
Kebijakan insentif likuiditas seperti peningkatan rasio KLM (Kebijakan Likuiditas Makroprudensial) dari 4% ke 5% juga diharapkan menambah Rp83 triliun ke sistem perbankan, memacu penyaluran kredit ke sektor prioritas.
4. Terobosan Struktural: MBG, Investasi, dan Reformasi BUMN
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo menargetkan menjangkau 83 juta anak. Namun hingga pertengahan 2025, baru sekitar 5,5 juta anak yang terlayani. Hambatan utama adalah kebutuhan investasi awal dapur produksi yang tinggi (Rp1–1,5 miliar) serta keterbatasan SDM di daerah.
Investasi tetap menjadi motor utama transformasi ekonomi. Realisasi investasi di kuartal I 2025 mencapai Rp465,2 triliun, tumbuh 15,9% YoY. Distribusi investasi antara Jawa dan luar Jawa semakin merata, dengan dominasi investor dari Asia—khususnya Singapura.
Danantara, lembaga pengelola investasi BUMN yang baru dibentuk, kini memegang kendali operasional atas sekitar 845 entitas. Targetnya: merampingkan jumlah BUMN hingga 200 unit saja, demi efisiensi dan daya saing global. Dividen yang dikelola akan diinvestasikan ulang ke sektor strategis seperti mineral kritis, energi, pangan, pendidikan, hingga infrastruktur digital.
Kesimpulan: Harapan Ada, Tapi Perlu Aksi Nyata
Meski tantangan masih besar, arah kebijakan Indonesia menunjukkan upaya nyata untuk menjaga stabilitas dan memacu pertumbuhan. Kombinasi antara pelonggaran moneter, stimulus fiskal, serta reformasi struktural seperti MBG dan Danantara akan menjadi kunci dalam mengakselerasi visi Indonesia Emas 2045.
Namun, untuk meraih dampak yang signifikan, konsistensi implementasi dan percepatan realisasi program tetap menjadi PR utama pemerintah.