Di tengah ketidakpastian global dan tekanan eksternal, ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menarik, namun tetap menghadapi berbagai trade-off kebijakan. Kami akan memetakan dinamika makroekonomi terkini mulai dari likuiditas, arah kebijakan moneter, risiko tarif dagang, hingga dampaknya terhadap sektor industri domestik. Berikut rangkuman poin-poin pentingnya.
1. Likuiditas Membaik, Tapi Kredit Belum Mengalir
Bank Indonesia (BI) telah mengambil sikap lebih akomodatif sejak awal tahun dengan memotong suku bunga dua kali dan menyuntikkan likuiditas melalui SRBI. Hal ini mulai terlihat pada: Penurunan yield SRBI menjadi 5,87%. Spread negatif antara IndONIA dan BI rate melebar kembali ke -41 bps, mengindikasikan kebutuhan dana jangka pendek perbankan yang menurun.
Namun, perbankan masih hati-hati menyalurkan kredit karena lemahnya pertumbuhan dana pihak ketiga dan permintaan kredit yang masih lesu. Disinyalir, dorongan terbesar justru datang dari belanja fiskal yang melonjak pada Juni 2025.
2. BI: Menunggu Waktu untuk Rate Cut Ketiga
Dengan inflasi yang tetap terkendali dan rupiah yang stabil didukung pelemahan DXY, BI memiliki ruang untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga. Namun transmisi kebijakan yang lambat membuat BI kemungkinan memilih "wait and see" sebelum mengambil langkah selanjutnya.
3. Perdagangan Global: Peluang dari Ketegangan Tarif AS
Pergeseran kebijakan tarif AS, termasuk ancaman tarif 30% terhadap Meksiko, bisa membuka peluang bagi ekspor Indonesia—khususnya di sektor tekstil, pakaian, dan alas kaki. Namun, tantangan besar justru datang dari dalam negeri: Pangsa pasar domestik produk tekstil Indonesia anjlok dari 60% (2010) menjadi 30% akibat serbuan impor murah.
Kondisi ini menekan daya saing industri dalam negeri dan mengancam lapangan kerja hingga 4 juta tenaga kerja. Pemerintah perlu segera menyiapkan intervensi struktural untuk melindungi industri ini.
4. Arus Modal: Obligasi Menarik, Saham Masih Dibayangi Aksi Jual
Investor asing mencatatkan: Inflow bersih ke pasar obligasi negara (SBN) sebesar Rp6,2 triliun pada minggu kedua Juli. Outflow di pasar saham sebesar Rp1,6 triliun pada periode yang sama.