Musim laporan keuangan kuartal ketiga 2025 (3Q25) menghadirkan kabar yang cukup menggembirakan bagi pasar saham Indonesia. Setelah beberapa kuartal lesu, kami mencatat adanya perbaikan tren earnings yang mulai terlihat. Secara agregat, laba emiten Indonesia memang masih terkontraksi 5% YoY, namun angka ini jauh lebih baik dibandingkan penurunan -11% pada kuartal sebelumnya. Dengan dukungan likuiditas tinggi, stimulus fiskal, serta potensi kenaikan permintaan menjelang tahun 2026, sinyal pemulihan mulai terbentuk.
Sinyal Positif dari 3Q25
Pasar kini memasuki fase transisi menuju pertumbuhan kembali. Beberapa faktor utama yang menjadi penopang di kuartal ini meliputi:
1. Stimulus fiskal dan moneter – Pemerintah menempatkan dana SAL sekitar Rp200 triliun di bank BUMN, menambah likuiditas sistem keuangan.
2. Pemulihan aktivitas industri – Indeks manufaktur (PMI) menunjukkan ekspansi selama tiga bulan berturut-turut, pertanda perbaikan output pabrik dan permintaan domestik.
3.Valuasi yang atraktif – Harga saham beberapa emiten unggulan masih di bawah nilai wajarnya, membuka peluang bagi investor jangka menengah.
Kinerja Earnings per Sektor
Berdasarkan 50 emiten yang dianalisis, Kami menemukan tiga sektor utama dengan kinerja positif di 3Q25:
Consumer Staples tumbuh +20% YoY, dipimpin oleh UNVR dan ICBP yang stabil di tengah inflasi terkendali.
Healthcare naik +14% YoY, didukung peningkatan kunjungan rumah sakit dan momentum libur panjang.
Discretionary mencatat pertumbuhan +4% YoY, terutama dari sektor ritel dan media.
Sebaliknya, sektor Energy & Mining masih tertekan (-38% YoY) akibat fluktuasi harga komoditas, sementara Property & Infrastructure juga melemah seiring penundaan proyek dan permintaan yang belum pulih.
Arus Asing Mulai Kembali ke Pasar Saham
Setelah periode panjang capital outflow, data Bloomberg Finance L.P. mencatat bahwa pada Oktober 2025 terjadi inflow asing sebesar USD 806 juta ke pasar saham domestik. Ini menjadi inflow terbesar dalam beberapa bulan terakhir, menandakan kembalinya kepercayaan investor global terhadap ekonomi Indonesia.
Meski pertumbuhan laba masih negatif, tren perbaikan earnings di 3Q25 memberi sinyal bahwa fase pelemahan mulai mencapai titik nadir. Dengan kombinasi stimulus fiskal, likuiditas tinggi, valuasi menarik, dan aksi korporasi agresif, pasar saham Indonesia berpotensi memasuki periode re-rating pada awal 2026.