Emas Masih Undervalued: Saat Dunia Tenggelam dalam Utang, Hanya 4% Aset Global yang Tersimpan di Emas
Dalam dunia keuangan yang penuh gelembung dan utang menggunung, ada satu fakta mencengangkan: emas dan saham penambang emas hanya mewakili 4% dari total aset global pada tahun 2025. Angka ini tampak kecil, tetapi justru menyimpan pesan besar kita berada di titik undervaluasi terbesar emas dalam hampir satu abad.
Dari Era 1920-an hingga 1980-an: Emas Pernah Jadi Aset Utama Dunia
Jika kita menelusuri sejarah, setiap kali dunia menghadapi krisis utang atau inflasi besar, peran emas selalu kembali menguat.
1921–1948: Setelah Perang Dunia dan masa Depresi Besar, emas dan saham tambang emas mewakili 20–30% dari seluruh kekayaan finansial global.
1981: Di tengah inflasi dua digit dan krisis minyak, alokasi emas masih sekitar 26%.
Namun hari ini, di era utang global tertinggi sepanjang sejarah (lebih dari 330% PDB dunia), pangsa emas justru anjlok ke 4%. Artinya, pasar global telah berpindah terlalu jauh ke aset kertas saham, obligasi, dan derivatif sambil melupakan “uang sejati” yang menjadi jangkar nilai selama ribuan tahun.
Dunia Penuh Utang, Tapi Emas Dilupakan
Ketimpangan ini berbahaya. Karena semakin besar utang global, semakin rapuh sistem keuangan ketika terjadi guncangan bunga, geopolitik, atau inflasi. Kita hidup di masa di mana: Bank sentral terus mencetak uang untuk menopang pertumbuhan, Defisit fiskal meledak di banyak negara maju, Dan nilai mata uang kertas tergerus oleh inflasi struktural.
Di tengah ketidakseimbangan ini, logam mulia menjadi penyeimbang yang diabaikan, Selagi investor sibuk berburu “AI stocks” dan obligasi jangka panjang, hanya sedikit yang menyadari bahwa emas sedang menunggu giliran kembali ke pusat panggung seperti tahun 1930-an dan 1970-an.
Potensi Revaluasi Besar: Jika Dunia Kembali ke 15–20%
Mari kita bermain logika sederhana:
Saat ini emas hanya 4% dari aset global. Jika terjadi rebalancing ke level konservatif 15% (masih di bawah puncak historis), maka permintaan emas bisa naik hampir 4 kali lipat dari posisi saat ini.
Dengan pasokan tambang yang stagnan dan biaya eksplorasi tinggi, kenaikan permintaan sekecil apa pun akan memiliki efek harga yang eksponensial. Itu sebabnya banyak analis percaya, siklus emas berikutnya bisa jauh lebih kuat dibanding reli 2011 atau 2020.
Emas Belum dalam Gelembung Justru di Awal Siklusnya
Banyak yang khawatir harga emas sudah “mahal” karena mencetak rekor baru. Namun data ini membuktikan sebaliknya — emas masih jauh dari wilayah gelembung. Dengan hanya 4% porsi dalam total aset global, emas belum menjadi “mania”, melainkan asuransi paling murah di dunia terhadap krisis finansial yang tak terhindarkan.
Pesan untuk Investor
“Di dunia yang dibangun dari janji utang, emas adalah satu-satunya aset yang tidak menjanjikan tapi membuktikan nilainya.”
Baca juga ulasan Rikopedia : The AI Era Ketika Kecerdasan Buatan Menjadi Mesin Ekonomi Dunia
