Pertengahan tahun 2025 menjadi titik refleksi penting bagi arah perekonomian Indonesia. Kami menggambarkan kondisi ekonomi yang sarat dinamika dari pelemahan momentum pertumbuhan, reformasi fiskal, hingga strategi menghadapi tekanan eksternal. Berikut adalah ringkasan utama:
1. Pertumbuhan Ekonomi Melemah, Tapi Stabil
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh di kisaran 4,7–5,0% pada 2025, sedikit lebih rendah dari target awal 5,1–5,5%. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi motor penggerak utama, meskipun menghadapi tekanan dari pelemahan pasar kerja formal dan lemahnya pertumbuhan gaji. Indeks keyakinan konsumen pun menunjukkan tren menurun sejak awal 2025.
2. Investasi Tertekan, Menunggu Pulihnya Kepercayaan Bisnis
Pertumbuhan investasi, terutama di sektor konstruksi, menunjukkan perlambatan akibat sentimen bisnis yang menurun. Meskipun ada perbaikan investasi non-konstruksi, investor masih menunggu kepastian kebijakan dan arah stimulus pemerintah, termasuk kelanjutan proyek infrastruktur dan program makan bergizi gratis (MBG).
3. Belanja Pemerintah Melejit, Penerimaan Tertekan
Belanja pemerintah melonjak tajam pada Juni 2025, terutama untuk bantuan sosial dan proyek infrastruktur. Namun di sisi lain, penerimaan negara mengalami normalisasi akibat tingginya restitusi pajak dan menurunnya penerimaan non-pajak, termasuk dari migas. Defisit anggaran diperkirakan melebar hingga -2,78% dari PDB.
4. Rupiah Stabil Didukung Arus Masuk Portofolio
Meski nilai tukar Rupiah sempat melemah hingga menyentuh Rp16.600/USD, penguatan kembali terjadi berkat arus masuk investor asing ke surat berharga negara (SRBI) dan ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Strategi Bank Indonesia menjaga likuiditas lewat SRBI turut menjaga daya tahan rupiah.
5. Inflasi Tetap Terkendali, Ruang Pelonggaran Masih Terbuka
Inflasi inti tetap rendah di kisaran 2,4% secara tahunan. Dengan tekanan harga yang moderat dan harga BBM non-subsidi yang menurun, Bank Indonesia diperkirakan masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga secara bertahap hingga 5,0% pada akhir tahun.
6. Program Strategis: MBG, Stimulus, dan Ekspansi Perdagangan
Pemerintah mempercepat pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) yang menargetkan 82,9 juta penerima dan pembangunan 30.000 dapur umum. Stimulus fiskal juga digelontorkan untuk sektor perumahan, energi, transportasi, dan UMKM. Di sisi eksternal, negosiasi perdagangan dengan AS membuahkan penurunan tarif impor bagi produk Indonesia dari 32% menjadi 19%.
7. Neraca Perdagangan Masih Surplus, Tapi CA Melebar
Meski ekspor menurun karena lemahnya permintaan global, Indonesia masih mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 15,4 miliar hingga Mei 2025. Namun, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit) diperkirakan melebar hingga -1,1% dari PDB pada akhir tahun, dipicu oleh peningkatan impor dan repatriasi dividen.
Indonesia masih mampu menjaga stabilitas makroekonomi di tengah tekanan global dan pelemahan domestik. Namun, efektivitas stimulus, keberhasilan reformasi struktural, dan penguatan daya beli masyarakat akan menjadi kunci untuk menjaga momentum pemulihan hingga akhir tahun.
Cara join membership Rikopedia klik di sini