Sektor unggas nasional tengah menjadi sorotan setelah rencana investasi besar dari Danantara Group yang siap menggelontorkan Rp20 triliun untuk proyek peternakan ayam dan telur terintegrasi mulai Januari 2026. Langkah ini diharapkan memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus mendukung program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG).
Investasi Jumbo untuk Kemandirian Pangan
Proyek raksasa ini disebut akan terintegrasi dari hulu ke hilir — mulai dari pakan, pembibitan, hingga distribusi produk ayam dan telur. Meski demikian, kami menilai bahwa realisasi penuh proyek ini akan memakan waktu sekitar dua tahun, mengingat kompleksitas sistem integrasi yang direncanakan.
Jika berhasil, Danantara berpotensi menjadi kompetitor baru bagi pemain besar seperti Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), Japfa Comfeed (JPFA), dan Malindo Feedmill (MAIN). Namun, kami juga mengingatkan skenario ini bisa mirip dengan proyek Berdikari pada 2018, yang berjalan lambat karena kendala implementasi.
Prospek Sektor Masih Cerah
Sektor unggas masih menarik alasannya, harga livebird (ayam hidup) yang mulai rebound, ditambah prospek pemulihan margin laba setelah tekanan biaya pakan yang tinggi sepanjang 2024. Kombinasi permintaan yang meningkat dan penyesuaian harga di tingkat konsumen memberi ruang bagi emiten unggas untuk memperbaiki kinerja keuangan pada 2026.
Sektor unggas masih menyimpan potensi pertumbuhan menarik di tengah upaya pemerintah memperkuat ketahanan pangan nasional. CPIN tetap menjadi pilihan utama, didukung oleh posisi pasar yang kuat dan efisiensi biaya. Namun, masuknya Danantara sebagai pemain baru dengan modal besar bisa menjadi game changer dalam beberapa tahun mendatang peluang sekaligus tantangan bagi emiten unggas yang sudah mapan.