Tahun 2026 diproyeksikan sebagai tahun paling paradoks dalam satu dekade terakhir. Ekonomi global berada pada persimpangan unik: “the best and the worst of times,” sebuah fase di mana apa yang selama ini dianggap palsu menjadi penggerak utama ekonomi, sementara yang riil justru kehilangan relevansi.
1. Dunia Berada dalam Era Distorsi: “Fake Turns Real, Real Turns Fake”
Fenomena ini muncul karena:
1) Kapitalisasi teknologi & AI tumbuh melampaui ekonomi riil
Hyperscalers menunjukkan belanja capex + R&D perusahaan teknologi besar mencapai rekor baru (US$120–160 miliar) dan menyerap hingga 40–45% pendapatan mereka. Teknologi bukan lagi “sektor,” tetapi infrastruktur ekonomi.
2) Crypto dan digital asset menjadi bagian dari stabilitas finansial
Padahal esensinya bukan aset produktif. Namun grafik market cap crypto menunjukkan kelas aset ini telah menjadi mainstream liquidity driver. Dunia sekarang bergantung pada aset yang dulunya dianggap palsu.
3) Ekonomi riil melemah — konsumsi & investasi klasik kehilangan daya tarik
Survei preferensi deposan China menunjukkan tren kuat kembali ke “saving” dibanding “investing.”
Ini sinyal bahwa ekonomi riil kehilangan daya tarik struktural.
2. Likuiditas Global Mendorong Segalanya — Bukan Fundamental
likuiditas berlebih adalah kekuatan utama pasar, bukan earnings atau produktivitas.
Beberapa buktinya:
◼️ Crypto market cap melonjak kembali setelah volatilitas
Crypto tidak punya fundamental, tetapi menjadi engine of risk appetite.
◼️ Portfolio AI, cloud, automation terus outperformed
Fundamental? Tidak selalu.
Likuiditas + hype = harga saham naik.
Fenomena ini membuat pasar hidup dalam dunia “semu”, tetapi “real” dalam efek ke harga aset.
3. “Fake Economy” Menjadi Mesin Utama Pertumbuhan
AI boom → real economic impact
Walaupun dinilai sebagai “bubble,” investasi besar hyperscalers pada AI (hingga 45% revenue mereka) sudah menciptakan:
percepatan produktivitas
penurunan biaya
migrasi tenaga kerja besar-besaran
Apa yang dulunya “fake hype” berubah menjadi penggerak ekonomi nyata.
Crypto → liquidity signal
Aset yang dulunya dianggap “palsu” kini menjadi indikator sentimen pasar global.
Ketika crypto turun → risk assets ikut turun.
Ketika crypto naik → pasar ekuitas menguat.
4. Sebaliknya, Hal yang “Real” Justru Kehilangan Pengaruh
Macquarie menekankan fenomena mengejutkan:
▲ Ekonomi riil melemah → tetapi tidak menyebabkan kehancuran pasar
China, Eropa, dan beberapa EM mengalami perlambatan ekonomi, tetapi pasar saham tetap naik.
▲ Saving preference naik di China (grafik PBoC)
Masyarakat lebih memilih menabung daripada berinvestasi.
Ini biasanya tanda risiko pertumbuhan — tetapi pasar global tetap bullish.
▲ Valuasi tidak lagi relevan
Forward PER pasar saham AS berada di level historis yang ekstrem, namun tidak menghambat arus likuiditas.
5. Risiko 2026: Ketika Realitas Akhirnya Menagih
Jika ekonomi riil terus melemah sementara harga aset melambung, ketegangan ini akan memuncak.
Risiko utama:
bubble AI & tech
ketergantungan pada crypto sebagai guardrail
pelemahan konsumsi global
populisme & kebijakan politik tidak konsisten
penurunan kualitas modal (capital misallocation)
Namun dalam jangka pendek, likuiditas masih terlalu besar untuk membiarkan pasar jatuh.
6. Apa Artinya untuk Investor di 2026?
✔ 1. Jangan melawan likuiditas
Aset “fake” bisa outperform selama likuiditas berlebih.
✔ 2. Fokus pada AI, hyperscalers, automation
Mereka bukan hanya hype — investasi mereka kini menghasilkan dampak riil.
✔ 3. Berhati-hati pada ekonomi riil
Jika konsumsi dan kredit benar-benar melemah, bubble bisa pecah.
✔ 4. Diversifikasi ke aset yang jadi “infrastruktur baru”
Cloud, data center, chip, AI software, robotics.
✔ 5. EM (termasuk Indonesia) butuh narasi kuat untuk menarik flow
Narasi baru — green energy, AI adoption, digital infrastructure — diperlukan agar Indonesia ikut merasakan euforia likuiditas global.
Kita memasuki era di mana batas antara realitas & ilusi dalam ekonomi menjadi kabur.
Aset yang dulunya dianggap “palsu” menjadi penggerak utama, sementara ekonomi riil justru tertinggal. Selama likuiditas global tetap berlimpah, distorsi ini akan berlanjut.
Namun semakin besar distorsi → semakin keras benturannya ketika realitas datang.